10 Oktober, 2008

Arus Mudik, Arus Balik

Salah satu perubahan yang signifikan dengan adanya siaran TV swasta adalah bahwa acara berita jadi menarik untuk ditonton.

Di TVRI berita disaring, dihaluskan dan dimasak berkali-kali sehingga rasanya hambar. Di TV swasta berita disajikan seadanya, manis, asem dan ada kriuk-kriuknya, rame rasanya.

Kalau terjadi kecelakaan kereta api di Bekasi, misalnya, maka diberita TVRI (dulu) kita disuguhi berita kecelakaan kereta api dari berbagai penjuru dunia kecuali yang di Bekasi tadi. Di TV swasta beritanya ya kecelakaan kereta api yang di Bekasi itu, reporternya juga mencari tahu penyebab kecelakaan dan siapa yang kiranya bersalah, kadang-kadang disertai dengan spekulasi yang tidak terlalu bertanggung jawab.

Tidak semua berita TV swasta menarik, tentu saja, salah satunya ya itu... laporan Arus-mudik dan Arus-balik menjelang dan sesudah lebaran, mereka bahkan menggunakan kode dari pendaratan tentara sekutu di Normandia pada Perang Dunia II, "H minus 7" dan seterusnya.

Isinya itu-itu saja. Pada "H minus sekian" dipertontonkan penumpang berebut naik kendaraan umum di berbagai terminal dan reporter berteriak-teriak dipinggir jalan, berusaha mengalahkan suara mesin dan klakson mobil dititik-titik jalan yang memang biasa macet. Pada "H plus sekian" dipertontonkan penumpang turun dari kendaraan umum di berbagai terminal dan reporter berteriak-teriak dipinggir jalan, berusaha mengalahkan suara mesin dan klakson mobil dititik-titik jalan yang memang biasa macet. Saya jadi curiga, jangan-jangan ada tayangan yang menggunakan klip dari tahun-tahun sebelumnya. Tidak apa-apa sih, toh sama saja.

Tapi kemarin ini salah satu TV swasta menyajikan sesuatu yang berbeda, berita "baru tapi basi" itu disertai analisis. Seiring dengan gambar orang-orang turun dari bus, penyiar melaporkan bahwa pada hari-hari sesudah lebaran, Jakarta, bukan hanya diwarnai oleh arus-balik, tetapi juga diramaikan oleh banyaknya pendatang-pendatang baru, anehnya (betul-betul diucapkan: "anehnya") diberbagai pedesaan suasana justru menjadi sepi. Nah untuk menyelidiki misteri ini maka dikirim reporter, yang tidak cuma mengambil gambar suasana desa yang kontras dengan Jakarta, tetapi juga mewawancarai beberapa penduduk. Hasilnya cukup mengejutkan: ternyata banyak penduduk desa yang pergi mencari rejeki ke Jakarta...

Pantesan.

Tidak ada komentar: