02 Agustus, 2008

Matahari Kembar

Hari ini dilangit ada dua matahari. Orang-orang berhenti beraktifitas, mendongak, memandangi fenomena alam yang spektakuler ini. Meskipun kembar, cahayanya tidak sepanas biasanya, langitpun agak redup dan awan-awan berubah menjadi berbentuk tihang, bagaikan puluhan puting beliung menghunjam bumi atau mungkin lebih seperti asap puluhan roket yang lepas landas bersamaan. Angin tidak bertiup, suasana hening, magis, mistis. Orang-orang yang takjub campur takut berbicara satu sama lain dengan berbisik-bisik, bahkan binatangpun berhenti bersuara dan bersembunyi dikolong yang gelap...

Ketika terbangun saya merasa cape dan sedikit meriang. Sambil sarapan kopi dan crackers saya memikirkan mimpi yang aneh itu dan ketika kafein dan nikotin telah menyapu habis kabut mistis dan magis diotak, saya berkesimpulan bahwa, meskipun spektakuler, fenomena alam itu (seandainya benar-benar terjadi) sebetulnya tidaklah seajaib seperti kalau besi berubah menjadi emas, atau air berubah menjadi bensin atau solar, misalnya. Karena matahari dan berbagai bintang lainnya memang misterius, tidak jelas asal-usul dan perangainya, sedang besi, emas, air, bensin dan sebangsanya kan sudah jelas, unsur dan rangkaian kimianya pun sudah dipetakan.

Ehem.

Yang masih membingungkan, dari mana datangnya mimpi yang absurd ini?. Mimpi saya yang paling ekstrim sebelumnya adalah ketika bisa berlari dan meloncat dengan enteng bahkan sampai keatap rumah tapi ketika kemudian dikejar penjahat semua kemampuan itu hilang, waktu terbangun badan basah oleh keringat tapi lega. Itu cara tubuh memacu andrenalin kalau kita terlalu lama menjalani hidup yang rutin dan membosankan. Kalau mimpi matahari kembar?.

Setelah sepiring nasi gudeg mbok Riah plus beberapa mg nikotin kemudian, saya menemukan satu kemungkinan (dan saya terlalu malas untuk mencari kemungkinan lainnya) bahwa, mimpi yang tidak jelas ujung pangkalnya itu mungkin akibat saya terlalu banyak input tapi kurang output.

Begini, setelah pensiun beberapa waktu yang lalu, sebagaimana wajarnya, saya juga menderita post power syndrome, symptomnya saja yang mungkin agak berbeda. Saya jadi melihat apa yang biasanya tidak terlihat, kadang-kadang malah mengamati. Saya jadi mendengar apa yang biasanya tidak terdengar, kadang-kadang malah menguping. Saya kebanjiran input.

Outputnya, sulit. Situasinya seperti habis makan besar tidak bisa b.a.b. (maaf)

Itu karena hal-hal yang saya lihat dan saya dengar dapat dikategorikan menjadi tiga bagian: sebagian tidak sopan untuk diceritakan, sebagian lagi bisa membahayakan kesehatan atau bahkan keselamatan, dan sisanya terlalu remeh.

Nah hal yang remeh-remeh itulah yang (apa boleh buat) akan saya ceritakan disini. Biasanya kalau saya ceritakan pendengarnya jadi ngantuk ("wah ngantuknya enggak bisa ketahan nih, kayaknya gara-gara kena gerimis kemaren sore") atau mendadak ingat janji penting (setelah melihat jam "eh sori, hampir lupa nih... mesti ketemu sianu"). Tapi karena anda telah sampai disini, saya harap (-harap cemas) anda akan (dan mengajak teman-teman anda) membaca cerita-cerita berikutnya. Untuk membuat cerita lebih menarik mungkin saya akan membocorkan sedikit material yang kurang sopan atau sedikit menyerempet bahaya ;)