08 Mei, 2009

Antasari

Awal Bulan Mei ini sebuah berita menggelegar berkumandang, Antasari Azhar (56), Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dikabarkan sebagai dalang pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen (50), Direktur Putra Rajawali Banjaran pada pertengahan bulan Maret yang lalu. Kejaksaan menyatakan Antasari sebagai tersangka dan mengeluarkan perintah pencekalan. Kepolisian mengirim surat panggilan untuk diperiksa sebagai saksi. Antasari mengadakan rapat dengan para pimpinan KPK dirumahnya, dimana ia menon-aktifkan dirinya dan menyerahkan kepemimpinan KPK kepada pimpinan KPK lainnya secara kolektif. Presiden SBY dalam jumpa pers di Jimbaran, Bali, Minggu 3 Mei, menyatakan bahwa: "Ini adalah kejahatan yang serius, kita sepakat bahwa hukum dan keadilan harus ditegakkan, negara kita adalah negara hukum, tidak ada di negeri yang kebal hukum, apalagi kasusnya tidak berkaitan dengan jabatan sebagai Ketua KPK."

Setelah pemeriksaan pada tanggal 4 Mei --- yang menurut para pengacara yang mendampingi Antasari baru berputar sekitar identitas, belum masuk materi perkara, polisi meningkatkan status Antasari sebagai tersangka dan menahannya. Semua stasiun televisi menyiarkan gambar Antasari --- yang biasanya berpakaian necis lengkap dengan dasi dan jas, mengenakan seragam tahanan, kemeja lengan pendek oranye bertuliskan Tahanan Nomor 058 dipunggungnya dan celana kolor pendek. Pemandangan yang belum pernah kita lihat dalam kasus-kasus high profile lainnya.

Media cetak maupun elektronik rame-rame memberitakan kasus yang menghebohkan ini, yang meskipun lebih banyak berdasarkan gosip tapi disajikan seakan-akan fakta, dilengkapi dengan skema, animasi atau storyboard. Menurut mereka, semua bermula dari asmara segitiga. Rani (23), seorang caddy belia yang telah dinikahi siri oleh Nasrudin, diganggu Antasari. Nasrudin marah dan mengancam untuk membukanya ke media. Antasari balik mengancam lewat SMS, "Permasalahan ini hanya kita saja yang tahu. Kalau sampai terbongkar, Anda tahu konsekuensinya," kemudian menyiapkan uang sebesar Rp10 miliar guna menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisi Nasrudin. Skenario yang cukup valid kalau diukur dengan cerita-cerita sinetron. Tapi mungkin saja benar kalau mengacu pada akhir dari pernyataan pak SBY diatas: "... kasusnya tidak berkaitan dengan jabatan sebagai Ketua KPK."

Masih ada versi lain, Edwin Partogi dari Divisi Advokasi Politik, Hukum dan Keamanan Kontras dan seorang penegak hukum yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa masalah perempuan sebenarnya hanya efek samping, sedang isu utamanya adalah persoalan korupsi.

Entah mana yang benar. Yang jelas para terpidana korupsi yang dijebloskan KPK kepenjara umumnya menyambut gembira peristiwa aneh ini dan menyebutnya sebagai karma, seorang penjaga mangatakan, mereka makannya jadi banyak. Para koruptor yang belum ditahan dan mereka yang punya peluang untuk melakukan korupsi tentu dapat merayakannya dengan lebih leluasa, ceria dan meriah.

Wajar, karena sejak pengangkatan Antasari sebagai ketua, KPK bak kucing kelaparan dilempar ke lumbung yang penuh tikus, tubruk sana tubruk sini tanpa basa-basi, targetnya tidak lagi cuma pengusaha, tapi juga pejabat, dari anggota DPR, Jaksa tinggi sampai kerabat petinggi negara. Sampai-sampai ada suara yang mengeluhkan kerakusan KPK, karena menyebabkan para pejabat jadi khawatir untuk melaksanakan pembangunan... seakan-akan pembangunan hanya bisa berjalan kalau disertai dengan KKN dan gratifikasi.

Yang diluar dugaan adalah reaksi dari lembaga-lembaga yang sepertinya sejalan dengan KPK. Kalau serombongan orang berjalan bersama dan salah seorang diantaranya jatuh tersandung, kelihatan aneh kalau yang lain cuek atau malah menertawakan. Tapi itulah yang kelihatannya terjadi dalam kasus Antasari, setidak-tidaknya kesannya begitu. Konferensi pers pimpinan KPK tentang penonaktifan Antasari yang ditayangkan TV, dipenuhi canda dan tawa. Dalam sidang Mahkamah Konstitusi, Antasari dijadikan dagelan. Dari Kejaksaan Agung, Jasman Panjaitan, juru bicara kejaksaan mengatakan, bahwa Kejaksaan Agung sebagai institusi kini tak memiliki lagi hubungan dengan Antasari --- dia hanya bekas jaksa. Febri Diansyah, anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), mengatakan bahwa KPK justru makin bersih tanpa Antasari Azhar, kinerjanya akan lebih baik. KPK berhasil bukan karena Antasari, justru Antasari yang jadi penghalang untuk kasus besar. Senada dengan Febri, Teten Masduki, Sekretaris Jenderal International Transparancy, juga menepis peran Antasari dalam keberhasilan KPK. --- Saya meragukannya, diperlukan keberanian dan komitmen maksimum untuk melakukan apa yang dilakukan Antasari di KPK, taruhannya nyawa. Apalagi setelah apa yang terjadi pada Antasari sekarang ini, gaung ancamannya menjadi semakin miris.

Buat kebanyakan rakyat awam, seperti saya, Antasari bak dewa yang sedang mencabuti parasit yang menghisap sumber daya negeri ini yang menyebarkan kemiskinan dan kebodohan ditengah kekayaan alam yang berlimpah. Antasari telah memberikan secercah harapan, bahwa suatu saat nanti Indonesia akan menjadi negara yang jaya dan bermatabat.

Tidak ada komentar: